Setiap orang pasti punya cinta
pertama. Who hasn’t? Ada pengalaman cinta pertama yang menyedihkan ada juga
yang berakhir bahagia sampai ke pelaminan.
Mau sedikit berbagi soal cinta
pertama. Zaman dahulu kala, ketika usia saya lima belas tahun, untuk pertama
kalinya jantung saya berdebar keras setiap kali bertemu dia sewaktu kelas satu SMA.
Semasa SMA saya punya teman-teman
segrup, saya kurang suka menyebutnya genk, karena biasanya genk identik dengan anak-anak gaul yang hanya ingin bergaul dengan sesamanya saja. Berhubung saya
semasa SMA bukan anak gaul, jadi bertemannya dengan teman-teman biasa saja.
Menariknya teman-teman saya ini
mempunyai keunikan masing-masing. Ada yang jago matematika, ada yang jago
bahasa Inggris, ada yang hobi dandan alias suka ngaca terus di kelas, saking
sebelnya tuh guru, kacanya disita. Hehehe. Ada juga yang ceriwis, kalau ngoceh
susah berhenti, alias gak ada titik koma. Ada juga yang manja and mellow terus
bawaannya. J
Nah berhubung saya jatuh cinta
sama teman satu sekolah, gak menutup kemungkinan bisa menyebar kemana-mana
beritanya.
Awal pertemuannya lucu juga sih,
itu semua terjadi pada saat masa orientasi siswa karena saya salah masuk kelas. Seharusnya saya masuk kelas
1-4, tapi dengan pede nya saya masuk ke kelas 1-3 tanpa merasa ada yang
janggal.
Sebelum masuk ke sekolah negeri,
saya sudah menamatkan masa-masa SMP di pesantren di Jakarta Selatan, jadi agak
sedikit canggung ketika harus bercampur dengan anak laki-laki. Rasanya
gimanaaa gitu, seperti dilempar dari planet bumi dan jatuh ke planet Mars. (karena biasanya
kan perempuan semua). Entah kenapa, mendengar saya lulusan pesantren, doi langsung menyapa saya lewat secarik kertas.
Awalnya sempet aneh juga, kertas apaan nih? pikir saya saat itu. Tulisannya gak terbaca. Ketika saya tanyakan dari mana asal kertas itu, seseorang di belakang saya menunjuk cowok hitam manis di belakang saya. Sempat grogi juga ketika yang menyapa saya adalah cowok. Teman di belakang saya menyampaikan kalau pesan di atas kertas itu berbahasa arab. Waduh sumpah tulisan arabnya jelek! makanya gak kebaca. wkwkwkwk.
Disitulah saya mulai merasakan sesuatu yang asing yang sebelumnya tidak pernah saya rasakan.
Yang namanya cinta pertama, pasti
menggebu-gebu, ya gak? Gak munafik deh. Setiap doi lewat depan kelas, kepala
saya sampai muter cuma untuk lihat dia doang.
Saya juga pernah melamun hanya
karena mikirin doi terus di kelas. Dan ketika absen, nama saya dipanggil
berkali-kali, tapi saya gak menyahut. Padahal tempat duduk saya di depan persis
meja guru. Di situ lah saya mulai menyadari keanehan yang terjadi dalam diri
saya.
Setiap kali doi datang untuk
minta sumbangan, maklum doi anak rohis, jadi setiap hari jumat pasti bawa-bawa
kotak amal dari satu kelas ke kelas lain. Tanpa sepengetahuan saya, ternyata
teman-teman sekelas heboh dan serentak berdehem mengejek saya. Saat itu
perasaan saya campur aduk, malu, deg-degan, kesal, senang. Gak kebayang deh
bentuk mukanya saat itu. Yang jadi pertanyaan saya, mereka itu tahu dari
mana??? Ternyata selidik punya selidik, itu sudah jadi rahasia umum dan saya telat menyadarinya. Oh my
God!
Secara fisik doi emang ganteng,
ada yang bilang dia mirip Zumi Zola. Jujur saya jatuh cinta karena fisiknya
saja, kalau jatuh cinta dari hatinya, bagaimana bisa? Lah wong ngobrol aja
belum. Saking sukanya, saya bahkan meminta teman saya untuk foto dia secara
pribadi. Aduh malu-maluin kalau mengingat masa-masa itu. ABG BGT!
Untuk cinta pertama saya ini
bukanlah masuk kategori yang membahagiakan, karena dia tidak pernah menjadi milik saya alias
bertepuk sebelah tangan. Secara kasat mata, doi adalah sosok yang
dewasa, alim , pintar mengaji, ya pokoknya ustad gitu deh.
Dan setelah beberapa tahun kemudian, saya pindah ke lain hati tapi masih menyimpan rasa suka untuk dia. Dan secara gak sengaja saya bertemu teman SMA saya di toko rental dvd. Entah kenapa yang pertama dia ceritakan kepada saya adalah tentang cinta pertama saya itu. Dengan polosnya dia bilang, bahwa doi sudah pacaran dengan teman SMA saya. Meski saya tidak lagi menyukainya, namun entah dari mana asalnya munculah rasa pupus itu.
Emmm... ternyata doi
di luar bayangan saya. Awalnya saya mengira cowok seperti dia gak mau pacaran, karena menurut saya, cowok yang bisa menahan diri untuk tidak berpacaran dan lebih memilih untuk menikah adalah pria hebat. Ya semua itu balik lagi ke pribadi masing-masing ya.
Wajahnya yang alim dan manis memang sempat menipu saya.
Di situlah saya sadar, bahwa saya
telah dibutakan oleh yang namanya cinta. Ya meskipun sebatas fisik saja. Dan
saya bersyukur dia tidak pernah menjadi milik saya. J
Jeda waktu yang cukup lama itu membuat saya sadar, bahwa dia bukanlah pria yang saya
butuhkan. Bukan pria yang saya cari dan semua hal tentangnya tidaklah sebaik
yang saya kira. Saya bicara begini, bukan karena cinta saya bertepuk sebelah
tangan, melainkan saya sadar jika kita hanya melihat dengan mata, maka kita akan tertipu,
namun jika kita melihat dengan hati, semuanya akan berkata jujur.
Dan perihal cinta itu rahasia
Allah, saya berharap masih ada pria baik-baik untuk saya di jagat raya ini.
Pria yang bisa menjadi sahabat saya di dunia maupun di akhirat nanti. Jodoh
yang disimpan baik-baik oleh Allah untuk saya kelak, seperti tutup dengan
botolnya. J