Jumat, 11 Oktober 2013

Hanya Butuh Didengar


Terkadang menjadi diam ada baiknya. Bila diam dapat menghindari perdebatan yang melukai, maka aku memilih diam. Bila diam dapat mencegahku berkata buruk, maka aku lebih memilih diam. Bila diam dapat melindungi hati ini dari rasa kecewa, maka aku seribu kali memilih diam. 

Demi Tuhan, aku tidak berharap banyak. Aku hanya butuh didengar. Aku tidak butuh simpatimu. Aku hanya merasa hatiku tidak cukup kuat menanggung luka ini seorang diri, makanya aku berbagi. Aku berbagi dengan harapan kau dapat merasakannya. Melepas egoku bahwa aku memang membutuhkanmu. Merasakan sakit di hatiku yang perlahan membentuk lubang yang menyesakkan paru-paru. Membesarkan hati ini dari luka yang membuatku kesulitan bernafas. 

Namun sepertinya aku telah salah. Aku telah salah memilihmu sebagai tempat untuk berbagi. Aku telah salah menjadikanmu satu-satunya orang yang kukira dapat memahamiku. Aku tidak membencimu dengan sikap tidak peka yang telah mengkristal dalam dirimu. Sama sekali tidak. Dan jangan ragukan itu.

Apa yang salah denganmu? Dan apa pula yang salah denganku? Aku tidak ingin mencari jawaban dari pertanyaan yang memusingkan itu. Tubuhku terlalu lemah untuk mencari tahu. Lututku bergetar hingga jatuh terduduk, menangkup kepala dengan kedua tangan. Merasakan butir-butir panas berjatuhan satu persatu dari pelupuk mataku. Menangisi masalah yang telah tumbuh besar bersamaku. Merasakan lubang di hati yang sebelumnya telah mengering, kini kembali menganga. 

Dalam situasi itu, aku dapat merasakan betapa lemahnya aku. Merasakan kesepuluh jariku gemetar menahan sakit yang menggerogoti dadaku. Menjalar rasa sakit itu ke seluruh pembuluh darahku. Berdenyut pilu, hingga sekali lagi aku merasa kehilangan jiwaku. Hanya terbungkus kulit beserta daging tanpa jiwa yang mengisi.


Tidak ada komentar: